Sabtu, 15 Agustus 2009

KTI PSC : KPSW

BAB II
LANDASAN TEORI

2. 1 Konsep Dasar
2. 1. 1 Definisi
Menurut Hidayati (2009), Ketuban pecah sebelum waktunya adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang kehamilan sebelum persalinan dimulai dan dapat juga terjadi pada kehamilan cukup bulan. Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktu atau pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. (Wiknjosastro, 2006)
Ketuban pecah dini yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan , ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. (Manuaba, 2008)

2. 1. 2 Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang Ketuban pecah dini namun penyebab pastinya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi Ketuban pecah dini mungkin disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina atau servik. (Syaifuddin, 2006)
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini menurut Rabe (2003), sebagai berikut:
1. Berkurangnya kekuatan membran akibat infeksi
2. Peningkatan tekanan intra uterin; serviks inkompeten, kehamilan kembar, hidramnion, dan kontraksi miometrium meningkat
3. Lain-lain seperti: sosek rendah, defisiensi gizi atau vitamin C, merokok, keturunan, antagonis golongan darah A, B dan O, serta umur . 35 tahun.

2. 1. 3 Anatomi








2. 1.4 Fisiologi Air ketuban
Ada beberapa fungsi air ketuban yaitu pada saat kehamilan dan pada saat Inpartu.
a. Saat kehamilan berlangsung
- Memberikan kesempatan berkembangnya janin untuk bergerak bebas kesegala arah
- Menyebarkan tekanan bila terjadi trauma langsung
- Sebagai penyangga terhadap panas dan dingin
- Menghindari trauma langsung terhadap janin
b. Saat Inpartu
- Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks dapat membuka
- Membersihkan jalan lahir karena mempunyai kemampuan sebagai desinfektan
- Sebagai pelicin saat persalinan. (Hidayati, 2009)

2.1.5 Manifestasi Klinis
Keluar air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan terasa manis. Reaksinya ada alkalis netral, komposisinya terdiri atas 98% air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, vernics kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6% gr/liter, terutama sebagai albumen. (Mochtar,2002)

2. 1. 5 Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. (Hidayati, 2009)
Jika servik telah matang (pembukaan 1cm, penipisan 50%, maka induksi persalinan setelah 12 – 24 jam merupakan indikasi). Jika servik belum matang, beberapa ahli memilih untuk mengamati klien sampai persalinan terjadi secara spontan agar menurunkan kemungkinan persalinan dengan section caesarea. (Syaifuddin, 2006)

2. 1. 6 Diagnosa
Friedman, dkk (1998) mengatakan bahwa, Menegakkan diagnosa Ketuban Pecah Dini secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan sectio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa Ketuban Pecah Dini ditegakkan dengan cara :
a. Anamnesa; Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
b. Inspeksi; Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
c. Pemeriksaan dengan spekulum. pemeriksaan dengan spekulum pada Ketuban Pecah Dini akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
d. Pemeriksaan dalam: didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau Ketuban Pecah Dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin
e. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan laboraturium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya (tingkat keasaman). Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH (tingkat keasaman): 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
ii. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi birumenunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH (tingkat keasaman) air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
iii. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus Ketuban Pecah Dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis Ketuban Pecah Dini cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya Ketuban Pecah Dini sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana. Komplikasi infeksi intrauterin, Prematuritas Distosia (partus kering).
2. 1. 7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola Ketuban Pecah Dini akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksaan Ketuban Pecah Dini masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus Ketuban Pecah Dini yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah caesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus Ketuban Pecah Dini yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS (Respirasi Distress Sindrom), dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. (Friedman, 1998)
Menurut Manuaba (2001), Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada Ketuban Pecah Dini dengan janin kurang bulan adalah RDS (Respirasi Distress Sindrom) dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita Ketuban Pecah Dini yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada kehamilan aterm (> 37 Minggu). Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi Ketuban Pecah Dini keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari Ketuban Pecah Dini. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent, L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis Ketuban Pecah Dini ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi Ketuban Pecah Dini dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi. Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin panjang (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memperhatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan Sectio Caesarea. (Manuaba, 2001)
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada kehamilan preterm (< 37 minggu). Pada kasus-kasus Ketuban Pecah Dini dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita Ketuban Pecah Dini kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan. Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah Caesar. Seperti halnya pada pengelolaan Ketuban Pecah Dini yang cukup bulan, tindakan bedah Caesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm Ketuban Pecah Dini telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS (Respirasi Distress Sindrom).
The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm Ketuban Pecah Dini pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sediaan terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam. (Manuaba, 2001)

2. 1. 7 Sectio Caesarea
1. Definisi
Menurut Wiknjosastro (2006) sectio caesarea merupakan suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500g, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Sectio Caesarea merupakan suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau Sectio Caesarea adalah histeromia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar,1998)

2. Etiologi
Pada umumnya, Sectio Caesarea disebabkan apabila diyakini bahwa penundaaan persalinan yang lama menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu atau keduanya. Padahal persalinan tidak mungkin diselesaikan dengan aman.
1) Fetal distress
2) His lemah / melemah
3) Malpresentasi janin:
a) Letak lintang
b) Letak bokong
c) Letak defleksi (presentase dahi dan muka)
d) Gemeli, menurut Eastman sectio caesarea dianjurkan:
- Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
- Distosia oleh karena tumor
- Gawat janin, dan sebagainya (Mochtar, 1998)
4) Bayi besar ( BBL  4,2 kg )
5) Plasenta previa
6) Kalainan letak
7) Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
8) Rupture uteri mengancam
9) Hydrocephalus
10) Primi muda atau tua
11) Partus dengan komplikasi
12) Panggul sempit
13) Problema plasenta. (Winkjosastro, 2006)
3. Indikasi
Menurut Rabe (2003), Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan Sectio Caesarea proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystosia )
1. Indikasi ibu
a. Dispoporsi yaitu Kepala tidak dapat mencakup didalam panggul, karena janin terlalu besar atau panggul terlalu sempit
b. Penyakit pada ibu yaitu Distosia servikal, gangguan retraksi
c. Distosia jaringan lunak adalah hiperaktivitas dan tidak terkoordinasinya kontraksi rahim, ruptur uterus
d. Obstruksi mekanis seperti dispoporsi panggul
e. Gangguan ekstragenital yaitu janin terlalu besar, sedangkan daya tahan ibu menurun
f. Asfiksia intrauterine karena tali pusat terputir atau terjadi insufisiensi plasenta
2. Indikasi Janin
Presentase bokong adalah ketika persalinan pervaginaan dikontraindikasikan seperti: Anak terlalu besar (melebihi 3500gr), panggul sempit, prolaps tali pusat, plasenta previa, prematuritas (28 – 34 mg), Servik tidak membuka dan ketuban pecah dini
3. Indikasi Lainnya
a. Perdarahan hebat biasanya disebabkan karena plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uterus.
b. Demam intrapartum karena sindrom infeksi amnion
c. Persalinan memanjang yaitu durasi melebihi 12 jam pada primigravida, 8 jam pada multigravida.
( Rabe, 2003)

4. Jenis-jenis operasi sectio caesarea
Menurut Rabe (2003), jenis-jenis Sectio Caesarea sebagai berikut:
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri); Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
- Mengeluarkan janin dengan cepat
- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
- Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
- Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
 Sectio caesarea ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim); Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
- Perdarahan tidak begitu banyak
- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. Sectio caesarea ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Sayatan memanjang ( longitudinal )
2) Sayatan melintang ( Transversal )
3) Sayatan huruf T ( T insicion )

5. Patofisologi
Insisi abdomen biasanya perlu diperluas sedikit lebih tinggi dari pada sectio caesarea pada segmen bawah uterus. Pada mulanya insisi klasik diperluas sampai sangat dekat dengan puncak fundus uteri oleh karena itu agar uterus terpapar, insisi abdomen secara khusus tepat dibawah, disebelah lateral, dan diatas umbilikus insisi vertikal kedalam uterus dimulai dengan skapel dari atas tempat pelekatan pada vesika urinaria. Insisi ini harus mengiris dinding uterus tetapi tidak melukai bayi, perdarahan yang deras saat pengisian uterus dapat mengganggu pandangan operator. Segera setelah dibuat ruangan yang cukup dengan skapel, insisi diperlukan kearah cranial dengan gunting yang dibalut verban sampai cukup panjang untuk memungkinkan persalinan bayi.
Adapun tindakan yang dilakukan pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang 12cm sampai dibawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka. Dibuat insisi secara tajam dan segmen atas rahim, kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting. Sobeknya jahitan rahim ada tujuh lapis jahitan yang dibuat saat operasi caesar yaitu jahitan pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim dan rahim. Jahitan rahim ini bisa sobek pada persalinan berikutnya. Makin sering menjalani operasi caesar makin tinggi resiko terjadinya sobekan. (Boyle, 2007)

6. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1) Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2) Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
4) Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.
(Mochtar, 2002)








7. Patoflow

Sectio Caesarea

Terputusnya kontuinitas
jaringan
Adanya luka operasi
yang masih basah
Pengeluaran histamin, bradikinin dan
prostaglandin meningkat
Media menetapnya kuman didaerah luka operasi
Merangsang serabut saraf nyeri


Nyeri Resiko tinggi infeksi

Kurangnya nafsu makan Kurang informasi Aktivitas terbatas

Kurang pengetahuan klien Intoleran Aktivitas
Akibat peristaltik usus tentang proses penyakit
lambat bekerja


Intake menurun Cemas


Absorbsi makanan tidak
mencukupi kebutuhan


Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Tidak adekuatnya diet (kurang serat)


Pola eleminasi usus normal

Feses padat

Kesulitan BAB















2. 2 Proses Perawatan
Proses perawatan adalah cara sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama pasien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, penentuan diagnosis, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan serta pengevaluasian hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan. Setiap tahap saling bergantung dan berhubungan (Hidayat, 2006). Sedangakan Doenges, (1999) mengartikan proses keperawatan adalah proses bantuan atau bimbingan penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang dilaksanakan oleh perawat secara komprehensif berdasarkan atas kebutuhan dasar manusia melalui pendekatan.
Proses keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Adapun tujuan umum pelaksanaan proses perawatan adalah untuk menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas sehingga berbagai masalah kebutuhan pasien dapat teratasi sedangkan tujuan khusus proses keperawatan antara lain untuk :
1. Mengidentifikasi berbagai kebutuhan dasar manusia yang bersifat tidak mampu dilakukan, tidak mau dilakukan dan cara melakukannya.
2. Menentukan diagnosis keperawatan setelah dilakukan identifikasi.
3. Menentukan rencana tindakan setelah diagosis ditegakkan.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan setelah direncanakan.
5. Mengetahui perkembangan pasien dari berbagai tindakan yang telah dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data yang sistematis untuk menentukan status kesehatan klien dan mengidentifikasi semua masalah kesehatan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2001).
Pengkajian adalah suatu pendekatan sistematik untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien yaitu :
a. Pengumpulan data meliputi :
1. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medikal record dan diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.

b. Riwayat kesehatan sekarang meliputi :
1. Keluhan utama merupakan gejala yang menyebabkan proses berobat.
2. Riwayat kesehatan masa lalu merupakan pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang pernah dialami, riwayat masuk rumah sakit dan riwayat trauma/kecelakaan.
3. Riwayat kesehatan sekarang meliputi faktor-faktor yang melatarbelakangi hal-hal yang mempengaruhi/mendahului keluhan.
4. Riwayat saat dikaji meliputi faktor-faktor saat perawat mengkaji keluhan klien sebelum dan setelah adanya tindakan baik tindakan mandiri klien ataupun tindakan kolaborasi dari tim medis.
5. Riwayat kesehatan keluarga merupakan faktor dari keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama dengan klien dan riwayat penyakit keturunan dalam keluarga
6. Riwayat obstetrik menurut Wheeler, (2004) meliputi :
- Riwayat perkawinan meliputi berapa kali klien menikah, usia klien dan suami menikah.
- Riwayat haid terdiri dari menarche, lama haid, sikulus haid, kapan terakhir haid, sifat darah dan keluhan menjelang haid.
- Riwayat kehamilan meliputi kehamilan keberapa, riwayat abortus, keluhan yang dirasakan dan keluhan yang dialami klien pada kehamilan sebelumnya.
- Riwayat persalinan meliputi berapa kali klien melahirkan dan bagaimana persalinan yang dilakukan sebelumnya.
- Riwayat aseptor KB mencakup apakah klien mengikuti program keluarga berencana, alat kontrasepsi yang digunakan dan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien.
7. Riwayat psikososial meliputi masalah-masalah psikologis yang dialami pasien yang ada hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat, keluarga, rekan kerja atau lainnya.
8. Riwayat spiritual merupakan sumber kekuatan yang dipercayai oleh klien, kegiatan ibadah yang dilakukan oleh klien serta kebutuhan adanya rohaniawan.
9. Pola aktivitas sehari-hari meliputi :
- Pola nutrisi : frekuensi makan, jenis makanan, porsi yang dihabiskan, makanan pantangan dan keluhan klien terhadap makanannya.
- Pola hidrasi : oral dan parentral. Pada pola hidrasi oral mencakup frekuensi minum, jenis minuman dan jumlah cairan dalam tubuh klien.
- Pola eliminasi mencakup :
a. BAB terdiri dari kebiasaaan defekasi berapa kali/hari, warna dan konsitensi.
b. BAK terdiri dari frekuensi, karakteristik, bau, jumlah dan keluhan.
- Pola istirahat dan tidur mencakup tentang kebiasan tidur klien, jumlah jam tidur siang atau malam, keluhan atau gangguan selama tidur misalnya sering terbangun malam, mimpi dan insomnia.
- Pola aktivitas meliputi kemapuan tentang kemampuan dalam menata diri. Tingkat kemampuan dalam melakukan aktivitas apakah dilakukan mandiri atau dengan bantuan orang lain dan keluhan dalam melalukan aktivitas
- Pola hygiene mencakup kebersihan personal klien selama di rumah sakit misalnya berpa kali klien mandi, ganti pakaian, cuci rambut, menggunting kuku, gosok gigi, dan keluhan yang dirasakan klien dalam melakukan kebersihan diri
10. Pengkajian fisik meliputi pengkajian umum dan khusus.
- Pengkajian umum meliputi :
1. Keadaan umum meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi klien, kesadaran yang meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, sopor, koma, delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, pola pernanfasan, suhu tubuh, tinggi badan dan berat badan.
- Pengkajian khusus yang terdiri dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan tenggorokan, leher, pemerikasaan dada yang terdiri dari jantung, payudara dan paru-paru, abdomen, genitalia, ekstrimitas dan kulit.
11. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan yang dilakukan guna mengikuti proses perkembangan penyakit seperti permerikasaan laboratorium dan ultrasonograf (USG).
12. Terapi meliputi pengobatan yang dilakukan melalui kolaborasi dengan tim medis dan gizi

2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan klien yang dapat diatasi serta bertanggung jawab dengan tindakan keperawatan yang mandiri (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Carpenito, (1983) dalam Tarwoto, (2006), diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau risiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya. Dalam merumuskan diagnosa keperawatan ada tiga komponen yang perlu dicantumkan yaitu problem, etiologi dan simptom. Adapun tujuan penggunaan diagnosa keperawatan adalah :
1. Memberikan bahasa yang umum bagi perawat sehingga jalinan informasi dalam persamaan persepsi dapat terjadi
2. Meningkatkan identifikasi tujuan yang tepat sehingga pemilihan intervensi lebih akurat dan dalam melakukan evaluasi.
3. Menciptakan standar praktik keperawatan.
4. Memberikan dasar peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul berdasarkan teori pada klien past operasi sectio caesarea menurut Bobak, (2004) dan Doenges, (2000) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan kenyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan atau spasme otot sekunder terhadap pembedahan
2. Intolerans aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anastesi
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. (Carpenito, 1998)
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan fisiologis atau cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri
7. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan
8. Cedera, resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
9. Konstipasi berhubungan dengan perubahan tonus otot

2. 2. 3 Perencanaan Keperawatan
Tahap ini merupakan proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi masalah-masalah pasien. Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, menulis instruksi keperawatan dan bekerja sama dengan tingkat kesehatan lain (Hidayat, 2006).
Brunner & Suddarth, (2001) mengatakan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan dan rencana perawatan yang disusun untuk membantu pasien mengatasi masalah yang sudah di diagnosa.
Adapun perencanaan keperawatan yang timbul pada diagnosa keperawatan berdasarkan teori pada klien yang menderita preeklampsia berat menurut Bobak, (2004) dan Doenges, (2000) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan kenyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan atau spasme otot sekunder terhadap pembedahan
Tujuan :
- Rasa nyaman terpenuhi
- Nyeri hilang
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri. (Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri)
Rasionalisasi :
Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mengetahui tingkatan nyeri yang dirasakan klien dengan menggunakan skala nyeri sehingga dapat diberikan tindakan yang tepat.
- Observasi tanda-tanda vital dan kesadaran setiap 4 jam sekali
Rasionalisasi :
Mengetahui keadaan umum klien dan perkembangan kesehatan klien sehingga mampu mengidentifikasi kesehatan klien
- Berikan tindakan kenyamanan dasar (misal reposisi) dan aktivitas hiburan (misal musik, televisi)
Rasionalisasi :
Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian sehingga membantu meningkatkan kenyamanan klien dan mengurangi rasa nyeri
- Atur posisi senyaman mungkin
Rasionalisasi :
Dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien dan memberikan kenyamanan klien
- Ajarkan tehnik relaksasi
Rasionalisasi :
Mengurangi rasa nyeri dan dapat meningkatkan kenyamanan klien
- Libatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan.
Rasionalisasi :
Membantu dalam perencanaan keperawatan dan meningkatkan rasa percaya diri klien
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
Rasionalisasi :
Didapatkan terapi yang tepat untuk penanggulangan rasa nyeri sehingga rasa nyaman klien terpenuhi.
2. Intolerans aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anastesi
Tujuan :
- Pasien dapat menunjukkan peningkatan mobilitas
- Pasien mengatakan terjadi peningkatan aktivitas
Intervensi :
- Kaji penyebab terbatasnya aktivitas
Rasionalisasi :
Dapat mengetahui penyebab terbatasnya aktivitas klien
- Pertahankan body alignment dan posisi yang nyaman
Rasionalisasi :
Mencegah terjadinya iritasi dan mencegah komplikasi
- Cegah pasien jatuh misalnya dengan memberikan pengamanan pada tempat tidur.
Rasionalisasi :
Mempertahankan keamanan pasien dan keselamatan pasien
- Anjurkan klien melakukan mobilisasi ringan
Rasionalisasi :
Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur
- Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi
Rasionalisasi :
Mempertahankan tonus otot
- Pertahankan nutrisi yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
Rasionalisasi :
Nutrisi dapat diperlukan untuk energi
- Kolaborasi dengan fisioterapi dalam program latihan
Rasionalisasi :
Kerja sama dalam perawatan holistik
- Lakukan pengetahuan kesehatan tentang latihan dan istirahat
Rasionalisasi :
Memberikan pengetahuan dalam perawatan diri
- Libatkan anggota keluarga dalam perawatan klien
Rasionalisasi :
Membantu dalam memenuhi kebutuhan aktivitas klien
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. (Carpenito, 1998)
Tujuan :
- Pola nutrisi terpenuhi
Intervensi :
- Kaji Faktor-faktor penyebab nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Rasionalisasi:
Dapat segera mengatasi penyebab nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehingga nutrisi klien dapat terpenuhi
- Monitor intake makanan klien
Rasionalisasi:
Dengan memonitor intake makanan klien diharapkan diketahui seberapa banyak makanan yang telah dihabiskan klien
- Berikan kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang sesuai dengan selera
Rasionalisasi:
Diharapkan dapat merangsang nafsu makan klien sehingga nafsu makan klien meningkat dan nutrisi terpenuhi
- Anjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering
Rasionalisasi:
Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara bertahap
- Anjurkan klien untuk makan selagi hangat
Rasionalisasi:
Dengan menganjurkan klien makan selagi hangat diharapkan dapat meningkatkan selera makan klien
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka
Tujuan :
- Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda infeksi
Rasionalisasi:
Dengan mengkaji tanda-tanda infeksi diharapkan dapat diketahui sedini mungkin jika terdapat tanda-tanda infeksi sehingga dapat diatasi dengan segera
- Perhatikan teknik septik dan antiseptik
Rasionalisasi
Dengan memperhatikan teknik septik dan antiseptik diharapkan dapat mencegah pembentukan media penyakit pada daerah luka post operasi
- Ganti verban menurut instruksi
Rasionalisasi:
Dengan mengganti verban menurut instruksi dokter diharapkan dapat diketahui kapan saat penggantian verban yang benar
- Lakukan langkah untuk mencegah infeksi misal: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan
Rasionalisasi:
Diharapkan dapat membantu mencegah infeksi dan masuknya mikroorganisme kedalam luka
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan fisiologis atau cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit
Tujuan :
- Klien mengetahui tentang prosedur pengobatannya.
Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman klien
Rasionalisasi :
Dapat memberikan intervensi selanjutnya dan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi
- Beri informasi pada klien/orang terdekat mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan
Rasionalisasi :
Mengurangi stres dan mencegah kebingungan serta keraguan klien
- Ajarkan program pengajaran pascaoperasi misal perubahan aktivitas, latihan pernapasan.
Rasionalisasi :
Memungkinkan partisipasi klien dalam perawatan pasca operasi
- Libatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan
Rasionalisasi :
Membantu dalam perencanaan keperawatan dan meningkatkan rasa percaya diri klien
- Sediakan kesempatan untuk melatih nafas dalam dan latihan otot
Rasionalisasi :
Meningkatkan pengajaran dan aktivitas setelah operasi
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri
Tujuan :
- Pasien dapat menurunkan kecemasan
- Pasien dapat mendemonstrasikan cara penurunan kecemasan
Intervensi :
- Kaji tingkat penyebab cemas klien
Rasionalisasi :
Dengan mengkaji tingkat cemas dapat mengetahui penyebab dan tingkat cemas yang dirasakan klien sehingga dapat diberikan tindakan yang tepat
- Berikan informasi yang akurat dan jujur secara terus menerus
Rasionalisasi :
Klien mampu memahami dan mengerti tentang penyakitnya sehingga dapat memberikan ketenangan pada klien
- Bersikap empati dan tidak menilai misalnya dengan melakukan komunikasi terapeutik, bicara jelas dan tenang, tunjukan perhatian dan berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasionalisasi :
Dengan memberikan sikap empati dan tidak menilai diharapkan klien merasa lebih diperhatikan dan membantu klien mengungkapkan perasaannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas yang dirasakan klien
- Lakukan teknik relaksasi misalnya teknik nafas dalam
Rasionalisasi :
Relaksasi dapat menurunkan kecemasan
- Libatkan keluarga dan orang terdekat dalam memberikan dukungan.
Rasionalisasi :
Keterlibatan keluarga dapat membantu mengurangi kecemasan yang terjadi.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan
Tujuan :
- Kebutuhan peran terpenuhi
Intervensi :
- Kaji kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya
Rasionalisasi :
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya
- Bantu klien untuk mengidentifikasi masalahnya
Rasionalisasi :
Diharapkan klien mampu mengidentifikasi masalahnya
- Beri support klien baik spiritual maupun psikologis
Rasionalisasi :
Dengan support mental klien akan merasa tenang dan klien yakin bahwa penyakitnya dapat disembuhkan sehingga menurunkan stres yang dirasakan klien
- Pertahankan lingkungan rumah sakit yang kondusif dan nyaman
Rasionalisasi :
Mengurangi rasa stres klien
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Rasionalisasi :
Klien merasa lebih diperhatikan
8. Cedera, resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan :
- Resti cedera tidak terjadi
Intervensi :
- Kaji adanya tanda-tanda yang dapat menyebabkan cedera pada janin.
Rasionalisasi :
Dasar untuk pengkajian selanjutnya dan dapat mengetahui adanya tanda-tanda cedera
- Perhatikan perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin.
Rasionalisasi :
Mengetahui perubahan kesadaran yang terjadi pada klien sehingga dapat mengidentifikasi kesehatan janin.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
Rasionalisasi :
Didapatkan penanganan yang tepat guna mencegah resiko tinggi cedera pada janin
9. Perubahan eliminasi: Konstipasi berhubungan dengan perubahan tonus otot
Tujuan:
- Tidak terjadi konstipasi
Intervensi :
- Kaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan eliminasi konstipasi
Rasionalisasi:
Diharapkan dapat mengetahui penyebab kontsipasi sehingga dapat segera diatasi
- Anjurkan klien makan makanan tinggi serat
Rasionalisasi:
Dapat melunakkan feses sehingga dapat segera BAB secara normal
- Anjurkan minum segelas air hangat 1 jam sebelum sarapan
Rasionalisasi:
Dapat menstimulus pengosongan usus
- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan
Rasionalisasi:
Membantu dalam proses keperawatan dapat meningkatkan rasa percaya diri klien

2.2.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah pengelolaan dari perencanaan keperawatan yang telah disusun yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan anjuran dari rumah sakit. Oleh karena itu diperlukan keterampilan, kemampuan perawat dan fasilitas yang mendukung (Hidayat, 2006)
Brunner & Suddarth, (2001) menjelaskan bahwa pelaksanaan mengacu kepada rencana keperawatan yang telah disusun, hal ini mencakup pelaksanaan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan dan masalah-masalah kolaboratif serta memenuhi kebutuhan klien.
Adapun pelaksanaan keperawatan yang timbul pada diagnosa keperawatan dan perencanaan keperawatan berdasarkan teori pada klien yang menderita sectio caesarea menurut Bobak, (2004) dan Doenges, (1999) adalah sebagai berikut:
1. Perubahan kenyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan atau spasme otot sekunder terhadap pembedahan
Implementasi :
- Mengkaji tingkat nyeri, lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1-5 (Mencatat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri)
- Mengobservasi tanda-tanda vital dan kesadaran setiap 4 jam sekali dengan menukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu.
- Memberikan tindakan kenyamanan dasar (misal reposisi) dan aktivitas hiburan (misal musik, televisi).
- Mengatur posisi senyaman mungkin dengan posisi telentang.
- Mengajarkan klien tehnik relaksasi misalnya dengan mengajarkan klien latihan nafas dalam.
- Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya dengan selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya.
- Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan
2. Intolerans aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anastesi
Implementasi:
- Mengkaji tingkat aktivitas klien dengan tingkat aktivitas 1-4
- Mengobservasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien setiap 8 jam sekali atau setiap shift dengan mengukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu.
- Menganjurkan klien untuk mobilisasi ringan seperti miring kanan-miring kiri
- Memberikan support mental pada klien dalam melakukan mobilisasi ringan agar klien lebih terdorong untuk beraktivitas normal
- Melibatkan keluarga klien misalnya membantu klien duduk dan berjalan ke kamar mandi dan ketempat tidur lagi
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. (Carpenito, 1998)
Implementasi:
- Mengkaji faktor-faktor penyebab kurang nafsu makan klien
- Memonitor intake makanan klien setiap pemberian diet
- Menganjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering misal buah-buahan dan snack
- Menganjurkan klien makan selagi hangat dengan cara bila telah mendapatkan diet langsung dimakan dengan segera
- Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka
Implementasi:
- Mengkaji tanda-tanda infeksi seperti tampak merah disekitar luka post operasi, suhu tubuh yang meningkat
- Mengobservasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien setiap 8 jam sekali atau setiap shift dengan mengukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu.
- Memperhatikan teknik septik dan antiseptik misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
- Mengganti verban menurut instruksi dokter dan luka post operasi tidak boleh kena air
- Melakukan langkah untuk mencegah infeksi misal: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan.
- Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan fisiologis atau cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit
Implementasi:
- Mengkaji tingkat pengetahuan dan pemahaman klien misalnya dengan mendorong klien untuk mengungkapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi.
- Mengajarkan program pengajaran pre-operasi misalnya perubahan aktivitas, latihan pernapasan sehingga klien mengerti tentang tindakan yang akan dilakukan.
- Menyediakan kesempatan untuk melatih nafas dalam dan latihan otot misalnya dengan mengajarkan klien tekhnik nafas dalam.
- Memberikan informasi pada klien/orang terdekat mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan misalnya memberikan surat persetujuan operasi (inform consent), persiapan opersai dan efek yang terjadi setelah operasi.
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri
Implementasi:
- Mengkaji tingkat cemas dengan mengidentifikasi seberapa cemas yang dirasakan klien, apakah klien mengalami cemas ringan, sedang dan berat.
- Memberikan informasi yang akurat dan jujur secara terus menerus misalnya dengan menjelaskan kondisi klien dan menjelaskan penyakit yang diderita klien yang apabila tidak segera dilakukan tindakan akan menyebabkan bayi kematian pada bayi yang dikandungnya,
- Bersikap empati dan tidak menilai misalnya dengan melakukan komunikasi terapeutik, bicara jelas dan tenang, tunjukan perhatian dan berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
- Lakukan teknik relaksasi misalnya dengan mengajarkan pada klien teknik nafas dalam dan membaca sehingga dapat menurunkan cemas yang dirasakan klien
- Melibatkan keluarga dan orang terdekat dalam memberikan dukungan.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan
Implementasi :
- Mengkaji kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya misalnya dengan menggali ungkapan perasaan klien
- Membantu klien untuk mengidentifikasi masalahnya dengan cara bersama-sama mencari jalan keluar dari masalah yang ada sehingga dapat mempermudah dalam mengatasi masalah.
- Memberikan support mental baik spiritual maupun psikiologis dengan cara membimbing klien untuk selalu berdoa agar penyakitnya dapat disembuhkan.
- Mempertahankan lingkungan rumah sakit yang kondusif dan nyaman misalnya dengan memberikan ketenangan pada klien dan dengan membatasi jumlah pengunjung yang banyak.
- Melibatkan keluarga dalam perencanaan perawatan dengan melakukan komunikasi pada klien dalam tindakan keperawatan dan menganjurkan keluarga untuk selalu memberikan dukungan pada klien sehingga dapat mempermudah tindakan keperawatan selanjutnya.
8. Cedera, resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
Implementasi :
- Mengkaji adanya tanda-tanda yang dapat menyebabkan cedera pada janin dengan mengobservasi keadaan klien dan melihat adanya tanda-tanda bahaya pada janin
- Memperhatikan perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin
- Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.
9. Konstipasi berhubungan dengan perubahan tonus otot
Implementasi:
- Mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan eliminasi konstipasi
- Menganjurkan klien makan makanan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran
- Menganjurkan minum segelas air hangat 1 jam sebelum sarapan
- Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan klien dapat dilihat dari hasilnya, tujuannnya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto, 2006)
Doenges, (1999) mengatakan evaluasi adalah pengukuran keberhasilan dari rencana perawatan yang telah dilaksanakan dalam memenuhi kebutuhan klien. Keberhasilan dapat dilihat dan diukur berdasarkan pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan berdasarkan indikator dari implementasi.



BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
3.1.1. Pengumpulan data
a. Identitas klien
Inisial : Ny. ”N”
Umur : 34 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama :Islam
Suku/ Bangsa : Sumatera/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jl. Keris komplek YPP No. 25 sekip ujung
Tanggal Masuk RS : 08 Juni 2009 pukul 07.10
Tanggal Operasi : 08 Juni 2009 pukul 14.00
Tanggal Pengkajian : 09 Juni 2009
No Medrek : 59312/09
Diagnosa Medis : Post sectio caesarea indikasi ketuban pecah sebelum
Waktunya
b. Identitas Penanggung jawab
Inisial : Tn”S”
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Keris komplek YPP No. 25 sekip ujung
Hub. Dengan klien : Suami

3.1.2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama MRS
Klien mengatakan sudah keluar air ketuban pervaginaan sejak pukul 02.00 dini hari sebelum masuk rumah sakit.

2. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit dengan tindakan seperti ini, namun klien pernah di rawat dengan penyakit Ashma dan Gastritis pada tahun 2008.

3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk rumah sakit, pada tanggal 08 juni 2009 sejak pukul 02.00 WIB klien sudah keluar air ketuban dengan usia kehamilan 35 minggu, keluar cairan pervaginaan yang juga bercampur darah disertai perasaan mules-mules kemudian di bawa ke rumah sakit pada hari yang sama pukul 07.10 WIB. DJJ (+), HIS belum adekuat dan dokter mengatakan akan dilaksanakan tindakan operasi pada klien.
4. Riwayat Saat Dikaji
Klien mengatakan sejak 2 jam setelah operasi, mulai merasakan nyeri pada daerah luka operasi. Apalagi ketika klien boleh beraktivitas setelah 12jam imobilisasi. Dan terlihat luka klien masih basah dengan dibalut verban dan terpasang gerita

5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan didalam keluarga tidak ada riwayat sectio caesarea dan ketuban pecah sebelum waktunya.

3.1.3. Riwayat Obstetri
1. Riwayat Perkawinan
Klien menikah pada usia 33 tahun, jarak pernikahan dan kehamilan adalah 1 bulan.

2. Riwayat Haid
Umur Menorche : 14 Tahun
Siklus Haid : 28 Hari
Lama Haid : 7 Hari
Sifat darah : Kental merah kehitaman
Keluhan Saat Haid : Nyeri Perut dan Lemes
3. Riwayat Kehamilan
G1P0A0 dengan HPHT 6 September 2009 dan Tafsiran partus 13 Juni 2009. Selama hamil klien memeriksakan kehamilannya ke dokter satu kali setiap bulan, dan pada bulan ke 8 klien memeriksakan kehamilannya 2 kali.

4. Riwayat Persalinan
Ini merupakan persalinan klien yang pertama dengan jenis persalinan sectio caesarea indikasi ketuban pecah sebelum waktunya dan melahirkan Bayi dengan BB: 2350, PB: 44 cm dan Lingkar kepala: 32 cm.

5. Riwayat akseptor KB
Saat ini klien belum pernah menjadi akseptor KB dan klien mengatakan ingin menjadi akseptor KB ketika sudah mempunyai 3 anak.

3.1.4. Riwayat Psiko sosial dan spiritual
1. Riwayat Psikososial
Klien sangat khawatir dan takut dengan keadaannya sekarang dapat mempengaruhi persalinan berikutnya, klien juga takut akan terjadinya infeksi pada luka bekas operasi sectio caesarea. Suami klien sangat cemas dengan keadaan klien yang masih kesakitan dan keadaan bayinya yang mempunyai berat badan dibawah normal.

2. Riwayat Sosial
a. Bicara
- Klien sangat respon dengan lawan bicara dan lingkungan sekitarnya
- Klien menjawab dengan jelas ketika perawat melakukan anamnese

b. Kehidupan Keluarga
Setelah menikah klien dan suami masih tinggal di rumah orang tua klien, klien mengatakan hubungan klien dan mertuanya sangat harmonis dan terjalin baik dan di lingkungan klien mampu beradaptasi dengan baik. Selama di rumah sakit suami klien selalu menemani klien.

3. Riwayat Spiritual
- Klien percaya dan yakin pada Allah SWT
- Klien selalu berdoa untuk diberikan ketabahan atas yang dideritanya saat ini
- Suami dan keluarga klien memberikan dukungan dan doa pada pemulihan
kesehatan klien.






4. Genogram







Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Sudah meninggal
: Hubungan suami istri
: Tinggal dalam satu rumah

3. 1. 5. Aktivitas Sehari-hari

No. Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
1.
















2.













3.




4.








5. Pola Nutrisi
a. Makanan
- Frekuensi
- Jenis makanan
- Porsi yang dihabiskan
- Pantangan
- Keluhan

b. Minuman
- Frekuensi
- Jenis minuman
- Jumlah
- Total Jumlah
- Keluhan
c. Parentral
IVFD
Jumlah
Pola Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi
- Warna
- Konsistensi

b. BAK
- Frekuensi
- Karakteristik
- Bau
- Jumlah
- Keluhan
c. Keringat

Pola Istirahat
- Tidur Malam
- Tidur Siang
- Keluhan

Pola Aktivitas
- Ekstrimitas atas
Kanan
Kiri

- Ekstrimitas bawah
Kanan
Kiri

Personal Hygiene
- Mandi
- Ganti pakaian
- Cuci Rambut
- Potong Kuku
- Sikat Gigi
- Keluhan

3x sehari
Nasi, lauk-pauk
1 porsi
-
-


7 kali sehari
air putih,
7 gelas sehari
1050cc/hari
tidak ada

-
-


1 x sehari
Kuning
Lunak


5x/hari
Kuning jernih
Amoniak
2250 cc/hari
Tidak ada
-

7 Jam
2 Jam
Tidak ada



Pergerakan Bebas
Pergerakan Bebas


Pergerakan Bebas
Pergerakan Bebas



2x sehari
2x sehari
2 hari 1 kali
1 x seminggu
3x sehari
-

3x sehari
Bubur biasa, Lauk pauk
¼ porsi
tidak ada
Kurang nafsu makan


6 kali/hari
air putih
6 gelas sehari
900cc/hari
Tidak ada

D5: RL, 2:1 gtt 20x/mnit
1500 cc /24 jam


Belum BAB
-
-


Terpasang kateter
Kuning Jernih
Amoniak
600 cc/8 jam
Tidak ada
100cc

5 Jam
2 Jam
Tidak ada



Pergerakan bebas
terpasang IVFD


Pergerakan Bebas
Pergerakan Bebas



2x sehari (di lap)
1x sehari
Belum dilakukan
Belum dilakukan
2x sehari
-


3.1.6 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Lemah
Tingkat kesadaran : Compos menthis
TD : 110/70 mmHg
Temp : 36,2˚C
Pols : 85 x/m
RR : 23 x/m
BB : 50 kg
TB : 160 cm

3.1.7 Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : Normal
Kebersihan rambut : Cukup
Warna rambut : Hitam
Jenis rambut : Keriting
Riwayat trauma : Tidak ada
Muka : Tampak meringis
Keluhan : tidak ada
2. Mata
Letak : Simetris
Pupil : Isokor
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterus
Reaksi terhadap cahaya : Normal
Fungsi penglihatan : Kurang Baik
Keluhan : Penglihatan kabur
3. Hidung
Bentuk : Normal
Sekret : Tidak ada
Kebersihan : Cukup
Fungsi penciuman : Baik
Keluhan : Tidak ada

4. Telinga
Letak : Simetris
Kebersihan : Cukup
Fungsi pendengaran : Baik
Keluhan : Tidak ada

5. Mulut dan Tenggorokan
Warna bibir : Merah
Mukosa bibir : Lembab
Lidah : Bersih
Gigi : Tidak ada caries
Kebersihan : Cukup
Keluhan : Tidak ada

6. Leher
Bentuk : Normal
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
Pembesaran kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
Mobilisasi leher : Normal
Keluhan : Tidak ada

7. Dada
Bentuk : Datar
a. Jantung
Palpasi : Tidak ada pembesaran
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Payudara
Letak : Simetris
Warna aerola : Cokelat
Putting susu : Menonjol
Kolostrum : Ada
Air susu : Kurang lancar
Kebersihan : Cukup
Keluhan : Asi yang kurang lancar
c. Paru
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi teratur
Palpasi : Tidak ada kelainan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Frekuensi nafas 23 x/m


8. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : Ada luka post op, terasa nyeri dengan
Skala 3, tampak masih basah terpasang
Verban dan gurita
Hiperpigmentasi linea alba : Negatif (-)
Hiperpigmentasi linea nigra : Positif (+)
Palpasi : Nyeri daerah luka post op
Auskultasi : Bising usus 13x/mnt

9. Genetalia
Kebersihan : Cukup
Kateter dawer : Terpasang
Pengeluaran pervaginaan : ada berupa lochia rubra pada hari 1-3
Warna lochia : Merah
Jumlah lochia : 240 ml
Bau : Amis
Keluhan : Tidak ada
10. Ekstrimitas Atas
a. Kanan
Luka : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Pergerakan : Terpasang IVFD D5%

b. Kiri
Luka : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Pergerakan : Bebas

11. Ekstrimitas Bawah
a. Kanan
Luka : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Pergerakan : Bebas
b. Kiri
Luka : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Pergerakan : Bebas

12. Kulit
Warna : Kuning langsat
Luka : Tidak ada
Turgor : Elastis
Kelembaban : Lembab
Kebersihan : Cukup
Keluhan : Tidak ada

3. 1. 8. Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium (Tanggal 09 Juni 2009)
- Hemoglobin: 10.3 g/dl
3. 1. 9. Therapy
o IVFD D5%: RL, 2: 1 gtt 20x/mnt
o Inj: -Taxegram 2x1
- Alinamin F 2x1
- Vitamin C 1x20
- Tramal drip 3x10
o Diet: Bubur biasa









3.2 CP I. Analisa Data
No Data Kemungkinan penyebab Masalah
1















2
















3















4.














5














6. Data Subjektif:
- Klien mengatakan nyeri didaerah luka bekas operasi
- Klien mengatakan lukanya masih belum kering
Data objektif:
- KU lemah
- Adanya luka operasi dengan panjang luka 10cm.
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 3


Data Subjektif:
- Klien mengatakan takut untuk bergerak & Nyeri jika bergerak
- Klien mengatakan badannya masih lemah
Data Objektif:
- Klien tampak meringis jika bergerak
- Kien tampak terbaring saja
- Adanya luka operasi dengan panjang luka 10cm.
- Skala nyeri 3


Data subjektif:
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
Data Objektif:
- KU lemah
- Porsi yang di habiskan hanya ¼ porsi saja
- Bising usus (+) 13x/menit







Data subjektif:
- Klien mengatakan adanya luka bekas operasi
- Klien mengatakan masih terasa nyeri didaerah luka bekas operasi
Data Objektif:
- Ada luka operasi dengan panjang 10 cm
- Luka masih tampak basah, jahitan luka belum diangkat
- Skala nyeri 3

Data Subjektif:
- Klien mengatakan belum pernah BAB setelah dioperasi (24 jam pertama setelah operasi)
Data Objektif:
- Klien tidak mau makan makanan yang mengandung serat
- Klien tampak bingung karena belum BAB setelah operasi
- Bising usus 13x/menit


Data subjektif:
- Klien selalu bertanya-tanya mengenai luka operasi yang masih terasa nyeri

Data Objektif:
- Klien tampak tegang
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri 3 Tindakan invasif

Terputusnya kontuinitas jaringan


Pengeluaran histamin, bradikinin dan prostaglandin meningkat


Merangsang serabut saraf nyeri


Nyeri


Adanya luka Post sectio caesarea

Pengeluaran histamin, bradikinin dan prostaglandin meningkat


Nyeri

Aktivitas terbatas



Intoleran aktivitas



Kurangnya nafsu makan

Akibat peristaltik usus lambat bekerja


Intake menurun


Absorbsi makanan tidak mencukupi kebutuhan


Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Adanya luka operasi yang masih basah


Media menetapnya kuman di daerah luka operasi



Resiko tinggi infeksi







Tidak adekuatnya diet (Kurang serat)


Pola eleminasi usus normal

Feses padat

Kesulitan BAB







Prosedur invasif


Kurang informasi


Kurang pengetahuan klien tentang proses penyakit


Cemas Nyeri















Aktivitas
















Nutrisi















Infeksi














Eliminasi














Cemas


3.3 PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap tindakan pembedahan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka operasi
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi
6. Perubahan eliminasi: BAB konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya diet (kurang serat)



3.4 CP II RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Inisial : Ny. ”N” Diagnosia Medis : Sectio caesarea: KPSW
Umur : 34 Tahun Ruang : Shafa RSI. Siti Khadijah
NO /
TGL DIAGNOSA
KEPERAWATAN PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI
1.
09 Juni 2009
Pukul 15.00
















































2.
09 Juni 2009
Pukul 15.00







































3
09 Juni 2009
Pukul 15.00
















































4
09 Juni 2009
Pukul 15.00

























































5
09 Juni 2009
Pukul 15.00













































6
09 Juni 2009
Pikul 15.00 Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi ditandai dengan:
Data Subjektif:
- Klien mengatakan nyeri didaerah luka bekas operasi
- Klien mengatakan lukanya masih belum kering
Data objektif:
- KU lemah
- Adanya luka operasi dengan panjang luka 10cm.
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 3






















Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap tindakan pembedahan ditandai dengan:
Data Subjektif:
- Klien mengatakan takut untuk bergerak & Nyeri jika bergerak
- Klien mengatakan badannya masih lemah
Data Objektif:
- Klien tampak meringis jika bergerak
- Kien tampak terbaring saja
- Adanya luka operasi dengan panjang luka 10cm.
- Skala nyeri 3















Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan:
Data subjektif:
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
Data Objektif:
- KU lemah
- Porsi yang di habiskan hanya ¼ porsi saja
- Bising usus (+) 13x/menit
































Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka operasi ditandai dengan:
Data subjektif:
- Klien mengatakan adanya luka bekas operasi
- Klien mengatakan masih terasa nyeri didaerah luka bekas operasi
Data Objektif:
- Ada luka operasi dengan panjang 10 cm
- Luka masih tampak basah, jahitan luka belum diangkat
- Skala nyeri 3


































Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka post operasi ditandai dengan:
Data subjektif:
- Klien selalu bertanya-tanya mengenai luka operasi yang masih terasa nyeri

Data Objektif:
- Klien tampak tegang
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri 3



























Perubahan eliminasi: BAB konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya diet (kurang serat) ditandai dengan:
Data Subjektif:
- Klien mengatakan belum pernah BAB setelah dioperasi (24 jam pertama setelah operasi)
Data Objektif:
- Klien tidak mau makan makanan yang mengandung serat
- Klien tampak bingung karena belum BAB setelah operasi
- Bising usus 13x/menit


Tujuan:
Nyeri yang dirasakan klien hilang dengan kriteria hasil dalam waktu 6 jam kedepan:
-Ku baik
-Klien tampak tenang
-Nyeri berkurang dengan skala nyeri 2













































Tujuan:
Aktivitas klien kembali normal dengan kriteria hasil dalam waktu 12 jam kedepan :
- KU baik
-Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap
- Tingkat aktivitas 4
- TD 120/80mmHg
- P 80x/mnt
- RR 20x/mnt
- T 36 C





























Tujuan:
Nutrisi terpenuhi dengan kriteria dalam waktu 2x24 jam kedepan diharapkan:
- Nafsu makan meningkat
- Diet yang diberikan dihabiskan 1 porsi
- KU baik











































Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil dalam waktu 2x24 jam diharapka:
- KU baik
-Nyeri berkurang
-Klien tampak tenang
-Luka post operasi mengering
-TD 120/80mmHg
-T 36 C
-P 80x/mnt
- RR 20x/mnt

















































Tujuan:
Cemas hilang dengan kriteria hasil dalam waktu 3 jam kemudian diharapkan:
-Klien tenang
-Gelisah berkurang
-Klien mengerti tentang perawatan luka post operasi








































Tujuan:
Konstipasi tidak terjadi dengan kriteria hasil dalam 1x24 jan diharapkan:
-Klien BAB normal
-Kien mau makan makanan tinggi serat - Kaji skala nyeri yng dirasakan klien









- Observasi vital sign setiap 8 jam sekali






- Atur posisi senyaman mungkin





- Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktivitas hiburan






- Libatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan


- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy

- Kaji tingkat aktivitas









- Observasi vital sign dan keadaan klien



- Anjurkan klien untuk mobilisasi ringan





- Berikan support mental pada klien untuk beraktivitas




- Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik klien





- Kaji Faktor-faktor penyebab nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh




- Monitor intake makanan klien







- Berikan kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang sesuai dengan selera

- Anjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering




- Anjurkan klien untuk makan selagi hangat





- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan


- Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet


- Kaji tanda-tanda infeksi









- Observasi vital sign







- Perhatikan teknik septik dan antiseptik








- Ganti verban menurut instruksi





- Lakukan langkah untuk mencegah infeksi misal: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan

- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan


- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy



- Kaji tingkat kecemasan klien



- Monitor vital sign setiap 8 jam sekali




- Berikan dukungan positif pada klien, bicara jelas dan tenang, tunjukan perhatian, empati dan berikan dorongan pada klien untuk meng-
ungkapkan perasaannya

- Berikan penjelasan pada klien dengan jujur dan jelas









- Libatkan keluarga dan orang terdekat dalam memberikan dukungan



- Kaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan eliminasi konstipasi

- Monitor vital sign setiap 8 jam sekali




- Anjurkan klien makan makanan tinggi serat

- Anjurkan minum segelas air hangat 1 jam sebelum sarapan

- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan


- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mengetahui tingkatan nyeri yang dirasakan klien dengan menggunakan skala nyeri sehingga dapat diberikan tindakan yang tepat.

Mengetahui keadaan umum klien dan perkembangan kesehatan klien sehingga mampu mengidentifikasi kesehatan klien.

Dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien sehingga memberikan kenyamanan pada klien.

Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian sehingga membantu meningkatkan kenyamanan klien dan mengurangi rasa nyeri.

Membantu dalam perencanaan keperawatan dan meningkatkan rasa percaya diri klien.

Diharapkan dapat menghilangkan ras nyeri klien dan mempercepat proses penyembuhan
Dengan mengkaji tingkat aktivitas klien dapat mengetahui seberapa jauh aktivitas mandiri yang dapat dilakukan klien



Dapat mengetahui keadaan umum klien dan perkembangan kesehatan klien

Dapat meningkatkan tingkat aktivitas klien secara bertahap sampai klien dapat beraktivitas mandiri

Dengan mendorong kemajuan tingkat aktivitas klien setiap shif dapat meningkatkan aktivitas secara bertahap

Dengan melibatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik klien diharapkan kebutuhan klien terpenuhi


Dapat segera mengatasi penyebab nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehingga nutrisi klien dapat terpenuhi


Dengan memonitor intake makanan klien diharapkan diketahui seberapa banyak makanan yang telah dihabiskan klien

Diharapkan dapat merangsang nafsu makan klien sehingga nafsu makan klien meningkat dan nutrisi terpenuhi

Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara bertahap



Dengan menganjurkan klien makan selagi hangat diharapkan dapat meningkatkan selera makan klien

Membantu dalam proses keperawatan dapat meningkatkan rasa percaya diri klien

Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi klien


Dengan mengkaji tanda-tanda infeksi diharapkan dapat diketahui sedini mungkin jika terdapat tanda-tanda infeksi sehingga dapat diatasi dengan segera

Mengetahui keadaan umum klien dan perkembangan kesehatan klien sehingga mampu mengidentifikasi kesehatan klien

Dengan memperhatika teknik septik dan antiseptik diharapkan dapat mencegah pembentukan media penyakit pada daerah luka post operasi

Dengan mengganti verban menurut instruksi dokter diharapkan dapat diketahui kapan saat penggantian verban yang benar

Diharapkan dapat membantu mencegah infeksi dan masuknya mikroorganisme kedalam luka




Membantu dalam proses keperawatan dapat meningkatkan rasa percaya diri klien

Diharapkan dapat memberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka post operasi

Diharapkan dapat mengetahui seberapa cemas yang dirasakan klien

Diharapkan dapat menentukan perubahan fisiologis tubuh dan menentukan keadaan klien.

Meningkatkan rasa percaya diri klien dan memberikan dukungan emosional serta dorongan sehingga memungkinkan klien untuk mengklarifikasi rasa cemasnya.




Mengurangi resiko kecemasan yang dirasakan klien dan diharapkan klien mengerti tentang penyakitnya sehingga mempermudah untuk melakukan intervensi selanjutnya

Keterlibatan keluarga sangat penting dan merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi rasa cemas

Diharapkan dapat mengetahui penyebab kontsipasi sehingga dapat segera diatasi

Diharapkan dapat menentukan perubahan fisiologis tubuh dan menentukan keadaan klien.

Dapat melunakkan feses sehingga dapat segera BAB secara normal

Dapat menstimulus pengosongan usus




Membantu dalam proses keperawatan dapat meningkatkan rasa percaya diri klien

Diharapkan mendapatkan therapy yang tepat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan












3.5 CP III PELAKSANAAN KEPERAWATAN
NO Hari/Tanggal NO.DX Implementasi Evaluasi
1.

















































2.

























3.




































4.











































5.



































6.







































Selasa/
09 Juni 2009
Pukul 15.30















































Selasa/
09 Juni 2009
Pukul 16.00























Selasa/
09 Juni 2009
Pukul 16.30


































Selasa/
09 Juni 2009
Pukul 16.45









































Selasa/
09 Juni 2009
Pukul 17.00

































Selasa/
09 Juni 2009
Pukul 17.15


































I











I






I





I







I








I







II



II






II



II










III








III


III



III







III








III



IV




IV






IV




IV



IV






IV








IV






V




V








V







V




V








VI





VI







VI



VI






VI








VI



Mengkaji tingkat nyeri, lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1-5
Skala 1 : tidak nyeri
Skala 2 : nyeri ringan
Skala 3 : nyeri sedang
Skala 4 : nyeri berat
Skala 5 : sangat-sangat nyeri
(Mencatat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri)

Mengobservasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien setiap 8 jam sekaliatau setiap shift dengan mengukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu.

Mengatur posisi nyaman sesuai kenyamanan klien seperti miring kanan, miring kiri, ataupun tidur terlentang


Memberikan tindakan kenyamanan dasar misal dengan mengajarkan klien tehnik relaksasi dengan dalam selama 2 detik dan keluarkan dari mulut (lakukan sebanyak 3 kali)

Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya.

Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi dan peningkatan rasa nyaman, klien mendapat terapi Tramal drip yang dapat mengurangi rasa nyeri


Mengkaji tingkat aktivitas klien dengan tingkat aktivitas 1-4

Mengobservasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien setiap 8 jam sekali atau setiap shift dengan mengukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu.

Menganjurkan klien untuk mobilisasi ringan seperti miring kanan-miring kiri

Memberikan support mental pada klien dalam melakukan mobilisasi ringan agar klien lebih terdorong untuk beraktivitas normal

Melibatkan keluarga klien misalnya membantu klien duduk dan berjalan ke kamar mandi dan ketempat tidur lagi

Mengkaji faktor-faktor penyebab kurang nafsu makan klien






Memonitor intake makanan klien setiap pemberian diet

Menganjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering misal buah-buahan dan snack

Menganjurkan klien makan selagi hangat dengan cara bila telah mendapatkan diet langsung dimakan dengan segera



Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya.

Berkolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet seperti snack, nasi, dan buah

Mengkaji tanda-tanda infeksi seperti tampak merah disekitar luka post operasi, suhu tubuh yang meningkat

Mengobservasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien setiap 8 jam sekali atau setiap shift dengan mengukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu.

Memperhatikan teknik septik dan antiseptik misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Mengganti verban menurut instruksi dokter dan luka post operasi tidak boleh kena air

Melakukan langkah untuk mencegah infeksi misal: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan



Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya

Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapi Taxegram antibiotik dan tramal drip yang dapat mengurangi nyeri serta mencegah infeksi pada luka post op.

Mengkaji tingkat cemas klien dengan menggali ungkapan perasaan yang dirasakan klien.


Memonitor vital sign dan tingkat kesadaran setiap 8 jam atau setiap shift dengan mengobservasi keadaan klien, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu tubuh klien.

Memberikan dukungan positif pada klien misalnya dengan bicara jelas dan tenang, tunjukan perhatian, empati dan berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

Memberikan penjelasan pada klien dengan jujur dan jelas tentang prosedur yang akan klien penuhi

Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya

Mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan eliminasi konstipasi



Memonitor vital sign dan tingkat kesadaran setiap 8 jam atau setiap shift dengan mengobservasi keadaan klien, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu tubuh klien.

Menganjurkan klien makan makanan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran

Menganjurkan minum segelas air hangat 1 jam sebelum sarapan




Melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya

Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy


Setelah menanyakan pada klien mengenai nyerinya : klien masih berada pada skala nyeri 2 (nyeri ringan)








Hasil observasi :
TD : 110/70 mmHg
T : 36,7 ˚C
P : 80 x/menit
RR : 24 x/menit


Klien mengatakan dengan posisi terlentang nyeri yang dirasakannya sedikit berkurang dan klien merasa nyaman.

Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah menarik nafas dalam.





Keluarga selalu mendukung dan kooperatif setiap tindakan yang diberikan pada klien.





Klien dianjurkan dokter untuk bedrest sehingga dapat mengurangi nyeri yang dirasakan klien sehingga akan mempermudah tindakan selanjutnya.

Setelah mengkaji tingkat akvitas klien didapatkan tingkat aktivitas 3

Hasil observasi :
TD : 110/70 mmHg
T : 36,7 ˚C
P : 80 x/menit
RR : 24 x/menit


Klien mau dan mampu melakukan altihan mobilitasasi ringan walaupun dengan hati-hati
Klien lebih bersemangat dalam melakukan latihan setelah diberikan support



Keluarga selalu mendukung dan kooperatif setiap tindakan yang diberikan pada klien.

Setelah melakukan pengkajian pada klien tentang penyebab kurang nafsu makan yaitu karena luka post operasi pada abdomen masih terasa nyeri sehingga mengganggu selera makannya

Klien tampak menghabiskan porsi makannya ½ porsi

Klien mau mematuhi anjuran perawat untuk makan dalam porsi kecil tapi sering
Klien mau makan makan selagi hangat






Keluarga selalu mendukung dan kooperatif setiap tindakan yang diberikan pada klien.





Klien mau menghabiskan walaupun hanya setengah porsi

Klien mengatakan nyeri lukanya masih terasa tapi tidak terdapat tanda-tanda infeksi

Hasil observasi :
TD : 110/70 mmHg
T : 36,7 ˚C
P : 80 x/menit
RR : 24 x/menit


Klien merasa senang karena merasa sangat diperhatikan perawat


Klien merasa nyaman dan tidak gerah


Klien merasa sangat diperhatikan





Keluarga selalu mendukung dan kooperatif setiap tindakan yang diberikan pada klien





Klien mendapatkan therapy:
- Taxegram 2x1
- Tramal drip 3x10




Klien mengatakan cemas karena luka post operasinya yang masih terasa nyeri


Hasil observasi :
TD : 110/70 mmHg
T : 36,7 ˚C
P : 80 x/menit
RR : 24 x/menit



Klien merasa senang dan merasa diperhatikan serta klien merasa percaya diri.





Klien mengerti tentang prosedur yang akan klien penuhi


Klien selalu diberi dukungan oleh keluarga terutama suami yang selalu menemani dan berada dekat klien.




Setelah dikaji, penyebab klien mengalami resiko konstipasi adalah karena tidak adekuatnya diet (kurang serat)

Hasil observasi :
TD : 110/70 mmHg
T : 36,7 ˚C
P : 80 x/menit
RR : 24 x/menit



Klien mau menjalankan anjuran perawat


Klien mau menjalankan anjuran untuk minum segelas air hangat sebelum sarapan guna menstimulus pengosongan usus

Klien selalu diberi dukungan oleh keluarga terutama suami yang selalu menemani dan berada dekat klien.




Klien akan mendapatkan therapy bila dalam waktu 3x24 jam belum juga BAB



BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membandingkan dan membahas kesenjangan antara teori dengan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien Ny. “N” dengan post section caesarea: ketuban pecah sebelum waktu yang dilaksanakan selama 4 hari di ruang kebidanan (shafa) Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang.
Menurut Hidayat, (2006) tahapan proses keperawatan dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi. Berdasarkan referensi yang ada, maka penulis pun akan mengemukakan tahapan proses keperawatan yang akan dibahas pada bab pembahasan ini mulai dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data yang sistematis untuk menentukan status kesehatan klien dan mengidentifikasi semua masalah kesehatan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2001).
Pada proses pengkajian ini, data diperoleh melalui wawancara pada klien dan keluarga, observasi, pemeriksaan fisik secara langsung, hasil laboratorium, catatan perawatan dan catatan medis. Data yang sudah terkumpul tersebut akan diolah dan dikelompokkan untuk mempermudah menganalisa data yang ada pada klien
Pada tahap ini penulis tidak menemukan adanya kesulitan atau hambatan yang berarti karena penulis juga bekerja sama dengan tim kesehatan seperti bidan, perawat dan dokter. Selain itu yang cukup mempermudah pada pengumpulan data yaitu sikap klien dan keluarga yang kooperatif dan terbuka dalam memberikan jawaban terhadap segala pertanyaan yang diajukan penulis, sehingga penulis bisa mendapatkan data objektif dan subjektif.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada klien Ny. “N” didapatkan bahwa klien mendapatkan tindakan operasi sectio caesarea dengan indikasi ketuban pecah sebelum waktu. Dan ini merupakan persalinan pertama klien. Dari data subjektif didapatkan bahwa klien mengatakan nyeri didaerah luka post operasi, sulit beraktivitas, nafsu makan klien berkurang, klien juga mengatakan cemas dengan perawatan luka post operasinya, klien mengatakan sampai pada pengkajian setelah operasi belum juga dapat buang air besar. Sedangkan dari data objektiv didapatkan KU klien lemah, adanya luka post operasi didaerah abdomen dengan panjang luka 10cm, terpasang infus dan kateter, ekspresi tegang, BB 50kg, TB 160cm, tingkat kesadaran compos menthis, TD 110/70 mmHg,T 36,2 C, RR 23 x/menit, P 85 x/menit.



4.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito, 1983 dalam Tarwoto, (2006) diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau risiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya.
Setelah penulis melakukan analisa data dari semua data yang terkumpul dan dikelompokkan pada tahap pengkajian, maka penulis mengidentifikasi masalah keperawatan tersebut berupa masalah keperawatan aktual, resiko dan potensial kemudian penulis telah menegakkan diagnosa keperawatan yang dapat ditanggulangi dan dicegah dengan cara pelaksanaan/tindakan keperawatan telah menegakan diagnosa keperawatan. Adapun permasalahan yang penulis temukan yaitu diagnosa keperawatan yang ditegakkan tidak semuanya sama dengan teori dan tidak semua diagnosa teori muncul pada klien.
4.2.1 Diagnosa yang muncul berdasarkan referensi menurut Bobak, (2004) dan Doenges, (2000) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan kenyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan atau spasme otot sekunder terhadap pembedahan
2. Intolerans aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anastesi
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. (Carpenito, 1998)
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan fisiologis atau cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri
7. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan
8. Cedera, resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
9. Konstipasi berhubungan dengan perubahan tonus otot
Jika dibandingkan antara teori dan kenyataan dilapangan, dari 9 diagnosa keperawatan yang ada diatas, yang penulis temui pada Ny. “N” dengan post sectio caesarea indikasi ketuban pecah sebelum waktu hanya 6 diagnosa keperawatan, yaitu
1. Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi, karena penulis melihat klien meringis kesakitan pada daerah luka post operasi dengan skala nyeri 3.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap tindakan pembedahan
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap tindakan pembedahan, karena klien terlihat lemah terbaring saja di tempat tidur dan klien mengatakan nyeri jika bergerak.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat karena porsi yang di habiskan klien hanya ¼ porsi saja dan klien mengatakan jika nafsu makannya berkurang.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka operasi
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka operasi karena terdapat luka bekas operasi dengan panjang 10 cm dan luka masih tampak basah serta jahitan luka belum diangkat yang dapat menunjang terjadinya infeksi pada luka post operasi tersebut.
5. Perubahan eliminasi:BAB konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya diet (kurang serat)
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan Perubahan eliminasi:BAB konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya diet (kurang serat) karena klien mengatakan belum pernah BAB selama setelah operasi 24 jam pertama dan ini menjadi resiko untuk terjadinya konstipasi bila berlanjut hingga 3x24jam.

6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi karena klien merasa cemas pada proses perawatan lukanya, hal ini terlihat dari klien yang selalu bertanya tentang proses perawatannya.
Selain itu untuk ketiga diagnosa keperawatan secara teori lainnya yang dibahas pada BAB II tidak ditemukan pada klien Ny “N”. Diagnosa keperawatan tersebut meliputi :
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri
2. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan
3. Cedera, resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
Penulis tidak mengangkat diagnosa diatas karena pada saat pengkajian penulis tidak menemukan adanya data-data yang menunjang untuk menegakkan diagnosa keperawatan ini.
Berdasarkan uraian diatas, kita dapat melihat keadaan yang sesungguhnya yaitu adanya kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis temukan di lapangan (berdasarkan praktek dan tinjauan kasus). Untuk itu hasil teori tidak semuanya dapat di aplikasikan dalam pemberian asuhan keperawatan. Akan tetapi sebagai perawat yang profesional kita harus menyikapi dengan baik guna memberikan pelayanan dan perawatan yang optimal pada klien.
4.3 Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang diangkat disusun sesuai dengan teori yang dibahas pada BAB II dan penulis tidak menemukan kesulitan dan hambatan yang berarti. Hal ini juga karena adanya kerjasama yang baik antara penulis, perawat dan tim medis lainnya serta sikap kooperatif klien dan keluarga.
4.3.1 Adapun perencanaan keperawatan yang timbul berdasarkan teori pada klien yang mengalami post operasi sectio caesarea menurut Bobak, (2004) dan Capenito, (1998) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan kenyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan atau spasme otot sekunder terhadap pembedahan
Tujuan :
- Rasa nyaman terpenuhi
- Nyeri hilang
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri. (Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri)
- Observasi tanda-tanda vital dan kesadaran setiap 4 jam sekali
- Berikan tindakan kenyamanan dasar (misal reposisi) dan aktivitas hiburan (misal musik, televisi)
- Atur posisi senyaman mungkin
- Ajarkan tehnik relaksasi
- Libatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

2. Intolerans aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anastesi
Tujuan :
- Pasien dapat menunjukkan peningkatan mobilitas
- Pasien mengatakan terjadi peningkatan aktivitas
Intervensi :
- Kaji penyebab terbatasnya aktivitas
- Pertahankan body alignment dan posisi yang nyaman
- Cegah pasien jatuh misalnya dengan memberikan pengamanan pada tempat tidur
- Anjurkan klien melakukan mobilisasi ringan
- Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi
- Pertahankan nutrisi yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
- Kolaborasi dengan fisioterapi dalam program latihan
- Lakukan pengetahuan kesehatan tentang latihan dan istirahat
- Libatkan anggota keluarga dalam perawatan klien
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. (Carpenito, 1998)
Tujuan :
- Pola nutrisi terpenuhi
Intervensi :
- Kaji Faktor-faktor penyebab nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Monitor intake makanan klien
- Berikan kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang sesuai dengan selera
- Anjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering
- Anjurkan klien untuk makan selagi hangat
4. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka
Tujuan :
- Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Perhatikan teknik septik dan antiseptik
- Ganti verban menurut instruksi
- Lakukan langkah untuk mencegah infeksi misal: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri
Tujuan :
- Pasien dapat menurunkan kecemasan
- Pasien dapat mendemonstrasikan cara penurunan kecemasan
Intervensi :
- Kaji tingkat penyebab cemas klien
- Berikan informasi yang akurat dan jujur secara terus menerus
- Bersikap empati dan tidak menilai misalnya dengan melakukan komunikasi terapeutik, bicara jelas dan tenang, tunjukan perhatian dan berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
- Lakukan teknik relaksasi misalnya teknik nafas dalam
- Libatkan keluarga dan orang terdekat dalam memberikan dukungan.
6. Perubahan eliminasi: Konstipasi berhubungan dengan perubahan tonus otot
Tujuan:
- Tidak terjadi konstipasi
Intervensi :
- Kaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan eliminasi konstipasi
- Anjurkan klien makan makanan tinggi serat
- Anjurkan minum segelas air hangat 1 jam sebelum sarapan
- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan

4.3.2 Adapun perencanaan keperawatan yang penulis kerjakan di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi

Tujuan :
- Rasa nyaman terpenuhi
- Nyeri hilang
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri. (Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri)
- Observasi tanda-tanda vital dan kesadaran setiap 4 jam sekali
- Berikan tindakan kenyamanan dasar (misal reposisi) dan aktivitas hiburan (misal musik, televisi)
- Atur posisi senyaman mungkin
- Ajarkan tehnik relaksasi
- Libatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap tindakan pembedahan
Tujuan:
- Pasien dapat menunjukkan peningkatan mobilitas
- Pasien mengatakan terjadi peningkatan aktivitas
Intervensi
- Kaji tingkat aktivitas
- Observasi vital sign dan keadaan klien
- Anjurkan klien untuk mobilisasi ringan
- Berikan support mental pada klien untuk beraktivitas
- Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik klien
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan:
Nutrisi terpenuhi
Intervensi;
- Kaji Faktor-faktor penyebab nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Monitor intake makanan klien
- Berikan kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang sesuai dengan selera
- Anjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering
- Anjurkan klien untuk makan selagi hangat
- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan
- Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka operasi
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi
Intervensi:
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Observasi vital sign
- Perhatikan teknik septik dan antiseptik
- Ganti verban menurut instruksi
- Lakukan langkah untuk mencegah infeksi misal: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan
- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi
Tujuan:
Cemas hilang
Intervensi:
- Kaji tingkat kecemasan klien
- Monitor vital sign setiap 8 jam sekali
- Berikan dukungan positif pada klien, bicara jelas dan tenang, tunjukan perhatian, empati dan berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
- Berikan penjelasan pada klien dengan jujur dan jelas
- Libatkan keluarga dan orang terdekat dalam memberikan dukungan
6. Perubahan eliminasi:BAB konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya diet (kurang serat)
Tujuan:
Konstipasi tidak terjadi
Intervensi:
- Kaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan eliminasi konstipasi
- Monitor vital sign setiap 8 jam sekali
- Anjurkan klien makan makanan tinggi serat
- Anjurkan minum segelas air hangat 1 jam sebelum sarapan
- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy

4.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan mengacu kepada rencana keperawatan yang telah disusun, hal ini mencakup pelaksanaan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan dan masalah-masalah kolaboratif serta memenuhi kebutuhan klien.
4.4.1 Adapun pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny. “N” dengan post sectio caesarea indikasi ketuban pecah yang dikerjakan di lapangan adalah :
4.4.1.1 Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses penyakit. Implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji tingkat nyeri, lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1-5 (skala 1 : tidak nyeri, skala 2 : nyeri ringan, skala 3 : nyeri sedang, skala 4 : nyeri berat, skala 5 : sangat-sangat nyeri), mengobservasi tanda-tanda vital setiap 8 jam sekali dengan menukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu, memberikan tindakan kenyamanan dasar misal pengaturan posisi yang tepat dan nyaman, mengajarkan klien tehnik relaksasi misalnya dengan mengajarkan klien latihan nafas dalam selama 2 detik dan keluarkan dari mulut (lakukan sebanyak 3 kali), melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya, berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi dan peningkatan rasa nyaman.
4.4.1.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap tindakan pembedahan. Implementasi yang dilakukan penulis adalah Mengkaji tingkat aktivitas klien dengan tingkat aktivitas 1-4, mengobservasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien setiap 8 jam sekali atau setiap shift dengan mengukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu, menganjurkan klien untuk mobilisasi ringan seperti miring kanan-miring kiri, memberikan support mental pada klien dalam melakukan mobilisasi ringan agar klien lebih terdorong untuk beraktivitas normal, melibatkan keluarga klien misalnya membantu klien duduk dan berjalan ke kamar mandi dan ketempat tidur lagi.
4.4.1.3 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji faktor-faktor penyebab kurang nafsu makan klien, memonitor intake makanan klien setiap pemberian diet, menganjurkan klien makan dengan porsi kecil tapi sering misal buah-buahan dan snack, menganjurkan klien makan selagi hangat dengan cara bila telah mendapatkan diet langsung dimakan dengan segera, melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya, berkolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet seperti snack, nasi, dan buah
4.4.1.4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka operasi. Implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji tanda-tanda infeksi seperti tampak merah disekitar luka post operasi, suhu tubuh yang meningkat, mengobservasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien setiap 8 jam sekali atau setiap shift dengan mengukur tekanan darah, nadi, penapasan dan suhu, memperhatikan teknik septik dan antiseptik misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, mengganti verban menurut instruksi dokter dan luka post operasi tidak boleh kena air, melakukan langkah untuk mencegah infeksi misal: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan, melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya, berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapi Taxegram antibiotik dan tramal drip yang dapat mengurangi nyeri serta mencegah infeksi pada luka post op.
4.4.1.5 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi. Implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji tingkat cemas klien dengan menggali ungkapan perasaan yang dirasakan klien, memonitor vital sign dan tingkat kesadaran setiap 8 jam atau setiap shift dengan mengobservasi keadaan klien, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu tubuh klien, memberikan dukungan positif pada klien misalnya dengan bicara jelas dan tenang, tunjukan perhatian, empati dan berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya, memberikan penjelasan pada klien dengan jujur dan jelas tentang prosedur yang akan klien penuhi, melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya.
4.4.1.6 Perubahan eliminasi:BAB konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya diet (kurang serat). Implementasi yang dilakukan klien adalah mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan eliminasi konstipasi, memonitor vital sign dan tingkat kesadaran setiap 8 jam atau setiap shift dengan mengobservasi keadaan klien, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu tubuh klien, menganjurkan klien makan makanan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, menganjurkan minum segelas air hangat 1 jam sebelum sarapan, melibatkan anggota keluarga dalam perencanaan keperawatan misalnya selalu menjelasakan tindakan yang akan dilakukan pada klien sehingga mempermudah dalam melakukan pelaksanaan keperawatan selanjutnya, berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy.

4.5 Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan klien dapat dilihat dari hasilnya, tujuannnya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto, 2006).
Adapun hasil-hasil yang dapat di evaluasi adalah melakukan tindakan keperawatan di ruang kebidanan (Shafa) pada klien Ny “N” dengan post sectio caesarea: ketuban pecah sebelum waktu adalah rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan terapi analgetik untuk mengurangi rasa nyeri klien, klien sudah mulai dapat beraktivitas mandiri setelah nyerinya berkurang, pemenuhan nutrisi tubuh klien terpenuhi, perkembangan kesehatan klien meningkat, resiko tinggi infeksi berkurang dan klien mengetahui tentang prosedur yang sedang dijalani setelah diberikan penjelasan mengenai prosedur pasca pembedahan sectio caesarea.
Pada evaluasi akhir semua masalah keperawatan pada klien Ny. “N” dengan post sectio caesarea indikasi ketuban pecah sebelum waktu dapat teratasi sesuai dengan apa yang direncanakan dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pasca pembedahan section caesarea.


BAB V
PENUTUP

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Ny. “N” dengan sectio caesarea indikasi ketuban pecah sebelum waktu di ruang Shafa (Kebidanan) Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Pada bab ini penulis akan mencoba menguraikan suatu kesimpulan dan memberikan saran yang dapat bermanfaat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di masa yang akan datang.

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Ny. “N” dengan sectio caesarea indikasi ketuban pecah sebelum waktu di ruang kebidanan (Shafa) Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang adalah sebagai berikut :
5.1.1 Tahap Proses Keperawatan
5.1.1.1 Pengkajian
Tahap pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan pada tahap awal. Informasi yang di dapat mengenai masalah kesehatan yaitu data aktual maupun potensial sehingga dapat menentukan status kesehatan. Dalam mengumpulkan data dibutuhkan metode dan strategi yang tepat disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia serta kondisi klien itu sendiri. Terciptanya hubungan kerja sama yang baik antara penulis, tim medis lainnya, klien Ny. “N” dan keluarga klien dapat membantu penulis dalam membuat dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

5.1.1.2 Diagnosa Keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan yang penulis angkat menjadi masalah bersumber dari data yang telah diperoleh saat pengkajian, data analisa dan diinterpretasikan sehingga menghasilkan masalah kesehatan yang muncul pada klien Ny. “N”. Diagnosa keperawatan secara teoritis tidak selalu dapat diangkat, karena seperti yang penulis temukan diagnosa secara teoritis yang tidak ada data yang dapat menunjang diagnosa tersebut, tetapi ada data yang menunjang masalah tersebut untuk di angkat menjadi diagnosa. Penulis merumuskan 6 diagnosa keperawatan yang dapat diangkat, yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap tindakan pembedahan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan bakteri sekunder terhadap luka operasi
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi
6. Perubahan eliminasi: BAB konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya diet (kurang serat)

5.1.1.3 Perencanaan
Rencana keperawatan yang disusun oleh penulis sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada dan penulis tidak menemukan kesulitan yang berarti karena penulis menyusun rencana tindakan berdasarkan data yang diperoleh dari klien baik subjektif maupun objektif. Penambahan atau pengurangan dari rencana keperawatan menurut teori yang ada disebabkan karena penyesuaian dengan keadaan dan fasilitas yang ada di ruang rawat. Pada perencanaan ini penulis berusaha menentukan strategi tindakan perawatan yang akan memfasilitasi klien dalam mencapai tujuan. Rencana tindakan keperawatan dan instruksi ini diarahkan langsung pada faktor pendukung diagnosa keperawatan. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien, penulis mengacu pada rencana tindakan yang telah disusun sesuai dengan tujuan dan kriteria yang akan dicapai.

5.1.1.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun dan sesuai dengan tujuan dan kriteria yang akan dicapai. Dalam hal ini, penulis tidak bekerja sendiri melainkan bekerja sama dengan perawat ruangan, bidan dan tim medis lainnya serta klien Ny. “N” dan keluarga klien dengan cara menciptakan lingkungan yang terapeutik dan melaksanakan pendekatan secara individual.

5.1.1.5 Evaluasi
Dalam mengevaluasi masalah pada klien Ny. “N” ini, hal-hal yang harus dinilai adalah keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah kita lakukan sampai pada rencana pemulangan klien semuanya sesuai dengan harapan yang diinginkan, dan klien pulang ke rumah tanpa keluhan apapun, diantaranya : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan terapi analgetik untuk mengurangi rasa nyeri klien, klien sudah mulai dapat beraktivitas mandiri setelah nyerinya berkurang, pemenuhan nutrisi tubuh klien terpenuhi setelah klien mematuhi terapi dan anjuran yang diberikan, perkembangan kesehatan klien meningkat, resiko tinggi infeksi berkurang setelah dilakukan teknik-teknik pencegahan infeksi terhadap luka, dan klien mengetahui tentang prosedur yang sedang dijalani setelah diberikan penjelasan mengenai prosedur pasca pembedahan sectio caesarea sehingga cemasnya hilang.

5.1.2 Rumah Sakit
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, penulis tidak mengalami kendala maupun kesulitan yang berarti dan tidak terdapat faktor-faktor yang menghambat karena penulis dapat menggunakan fasilitas yang cukup lengkap dan pelayanan yang cukup baik, serta didukung dengan tenaga kesehatan yang berkualitas dan berbasis pendidikan minimal Diploma III Kebidanan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kemajuan perkembangan kesehatan klien Ny. “N” yang meningkat setiap harinya. Berkurangnya atau teratasinya masalah yang dihadapi klien Ny. “N” dalam perawatan di rumah sakit selama 6 hari dan klien pulang dalam keadaan sehat.

5.1.3 Institusi Pendidikan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapat masukan dari pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mengalami hambatan dalam referensi, ditunjang dengan minimnya buku-buku maternitas di perpustakaan yang ada di institusi. Untuk memperlancar peyelesaian karya tulis ilmiah ini penulis mencari referensi dari institusi lain dan dari media elektronik sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan serta pembahasan, maka untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan atau keperawatan dan juga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya seperti yang dialami oleh klien Ny. “N” dengan sectio caesarea indikasi ketuban pecah sebelum waktu di ruang kebidanan (Shafa) Rumah sakit Islam Siti Khadijah Palembang, penulis memberikan saran kepada :

5.2.1 Klien dan Keluarga
Menganjurkan kepada klien dan keluarga agar tetap memeriksakan diri ke rumah sakit dan hendaknya keluarga klien tetap termotivasi dalam menjalani proses perawatan selama di rumah sakit maupun di rumah dan memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada klien agar tetap membantu klien selama proses pengobatan.

5.2.2 Mahasiswa
Mahasiswa yang terjun langsung ke lapangan untuk melakukan pengkajian pada klien sebaiknya dapat menguasai materi terlebih dahulu agar data yang didapatkan benar dan akurat, sehingga hasil dari asuhan keperawatan dapat lebih optimal. Mahasiswa juga dituntut aktif dan kreatif serta memiliki motivasi yang tinggi untuk mendapatkan sumber informasi mengenai section caesarea dan perlu mengetahui pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang selalu mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

5.2.3 Rumah Sakit
Agar Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang menjadi rumah sakit yang lebih baik dan menjadi pilihan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah sumatera bagian selatan maka rumah sakit harus lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanannya seiring dengan perkembangan era globalisasi dengan tenaga perawat yang profesional dan terampil dengan suasana yang islami.

5.2.4 Institusi Pendidikan
Sebagai penghasil tenaga kesehatan yang berkuaitas, maka hendaknya selalu meningktkan mutu pendidikan kepada mahasiswa agar menjadi tenaga kesehatan yang terampil, profesional dan siap pakai. Disamping itu harus ditunjang dengan fasilitas yang lebih lengkap, salah satunya adalah kelengkapan buku perpustakaan sebagai literatur dalam melakukan asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengn referensi yang ada. Selain itu pula untuk meningkatkan kelancaran kegiatan belajar mengajar dengan baik dan untuk meningkatkan pengetahuan hendaklah fasilitas yang sudah ada untuk lebih ditingkatkan seperti dengan penambahan LCD, OHP, ruangan yang bersih dan nyaman sehingga dengan kondisi ini proses belajar mengajar menjadi lancar dan dapat meningkatkan kualitas lulusan institusi pendidikan.